Senin, 10 Juni 2013

Mendidik Jiwa Entrepreneur Anak Sejak Dini

Top Ittipat-Billioner yang Berkarakter



Sangat senang rasanya melihat wajah-wajah puas Diena, Shiva, Patrick dan Elliot dari kelompok 3 usai berhasil mengumpulkan hasil jerih payahnya menjual kreasi kain flannel, kentang goreng, sosis dan minuman soda. Sambil menghitung lembar demi lembar uang yang ada di gelas plastik tempat mereka menyimpan uang kala menjajakan dagangannya saat istirahat. ‘’Alhamdulillah, untungnya sampai Rp. 120.000 bu…’’ ujar Diena dengan mata yang berbinar. Ya, ini memang program sekolah khusus bagi siswa kelas 7 guna menggalang dana untuk kegiatan homestay  mereka di kelas 8 (fundraising). Kami sebagai guru hanya memberi mereka modal awal sebesar Rp. 100.000,-, dan mereka mengembalikan uang kepada kami sebesar Rp. 220.000,- dalam waktu seminggu berjualan. Padahal pada saat awal-awal  kami memberikan projek fundraising ini kepada siswa di kelas, respon mereka sempat ragu dan kurang bersemangat. Mungkin karena sebagian besar mereka belum memiliki pengalaman berbisnis serta masih ragu mengelola modal hingga bisa menghasilkan untung yang lumayan untuk dana homestay mereka di luar kota. Namun ketika hasil keuntungan jerih payah mereka sudah ada di tangan, mereka semakin bersemangat, dan bibit-bibit bakat bisnis pun juga terlihat di diri mereka. Strategi-strategi berjualan dan ide-ide brilian secara spontan bermunculan di kepala mereka.

Saya jadi teringat film ‘The Billionaire-Top Secret’ asal negeri gajah putih yang menceritakan kisah nyata perjuangan dan tekad seorang pengusaha muda bernama Ittipat dan akrab dipanggil Top, yang sudah memiliki keinginan untuk berbisnis sejak di bangku sekolah menengah atas. Diawali dengan kesenangannya membuat desain-desain alat untuk permainan game di komputer saat di bangku SMA, Ittipat muda yang awalnya hanya menggunakan alat-alat itu untuk permainan pribadinya tiba-tiba kedatangan costumer pertamanya yang berasal dari Singapura secara online dan sanggup membeli salah satu alat desainnya sebesar 500 dolar Singapura. Berawal dari sana, Ittipat mulai ketagihan berjualan alat-alat permainannya via online. Hingga Ittipat bisa membeli mobil pribadi seharga 600 baht (senilai 200 juta rupiah) dan sudah memiliki tabungan yang nantinya digunakan untuk modal berjualan DVD player, bahkan berjualan kacang. Impian Ittipat untuk menjadi pengusaha muda yang sukses pun menghadapi kendala. Ayah dan ibunya tidak merestui keinginan Ittipat. Orang tuanya hanya ingin Ittipat belajar dan mementingkan pendidikannya sehingga ia bisa melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi negeri di Thailand yang biayanya murah, sehingga orang tua Ittipat bisa membiayai sekolahnya. Orang tua Ittipat berpikir bahwa kegiatan berdagangnya hanya mengganggu belajarnya dan membuatnya tidak fokus di sekolah. Namun dengan kegigihan Ittipat dalam meyakinkan orang tuanya serta kerja kerasnya, akhirnya Ittipat mampu meluluhkan kedua orang tuanya. Kesuksesan Ittipat pun sekarang bisa kita nikmati dengan camilan rumput laut ringan yang saat ini sedang trend di kalangan anak muda, yaitu Tao Kae Noi yang ternyata artinya adalah ‘pengusaha muda’. Film ini menceritakan perjuangan Ittipat memenuhi passion dan impian hidupnya untuk menjadi pengusaha muda yang sukses. Dengan perjuangan dan kerja kerasnya Ittipat berhasil mengantarkan brand makanan ringannya masuk ke pasar minimarket ‘Seven Eleven’ (Sevel) yang tengah menjamur di Thailand saat usianya 19 tahun. Hingga ia berhasil membayarkan hutang ayahnya sebesar 400 juta baht. Kemudian pada usia 26 tahun, ia sudah memiliki penghasilan sebesar 800 juta Baht per tahun dan mempekerjakan 2.000 staf serta memiliki perkebunan rumput laut di pesisir Negara Korea Selatan. Film ini benar-benar mengubah paradigma saya bahwa untuk berbisnis itu tidak perlu ‘bakat-bakat’an yang diturunkan lewat DNA orang tua, namun bakat itu akan muncul dengan sendirinya jika tekad benar-benar sudah bulat, bahkan bakat berbisnis itu bisa kita pupuk sejak dini dalam diri si kecil.

Sudah sangat kelewat bangga rasanya walau hanya sebatas membayangkan buah hati atau anak didik kita bisa menjadi pengusaha sukses seperti tokoh Top Ittipat ini, namun hal itu ternyata tidak semata-mata bisa diperoleh dengan sekejap mata dalam waktu yang singkat. Perjuangan dan pengorbanan yang dibekali dengan kerja keras, pantang menyerah dan do’a orang-orang tercinta ternyata menjadi modal utama. Perjalanan tokoh Ittipat meraih kesuksesan tidak semulus yang kita kira, berbagai rintangan silih berganti datang. Namun hal tersebut tak menyurutkan langkah Ittipat untuk meraih cita-citanya menjadi pengusaha muda sukses. Ittipat mengajarkan kita untuk selalu pantang menyerah dan optimis terhadap mimpi. Ketika kita mengajarkan anak untuk berbisnis atau berwira usaha, ternyata banyak nilai-nilai karakter juga yang bisa anak dapatkan selain bonus berupa keuntungan dalam bentuk financial tentunya.

Sebenarnya sudah sejak zaman dahulu kala para pendahulu kita telah menurunkan keterampilan berdagang atau wirausaha kepada generasi penerusnya. Misalnya Nabi Muhammad saw, sejak kecil beliau telah dididik supaya memiliki sifat tanggung jawab. Hal ini dilakukan dengan memberikannya tanggung jawab berupa hewan-hewan gembala yang harus setiap hari dirawat. Pagi hari dikeluarkan dari kandang, kemudian hewan-hewan itu digiring menuju padang rumput, sorenya kembali dipulangkan menuju kandangnya. Menginjak remaja, Nabi Muhammad saw sudah diajak pamannya, Abu Thalib berdagang, di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dengan berdagang itulah beliau terkenal dengan gelarnya, Al-Amin, yang dapat dipercaya. Dari berdagang pula beliau memiliki jaringan yang luas. 

Mari belajar juga dari saudara kita keturunan Cina. Para orang tuanya mendidik anak mereka untuk ikut terlibat dalam proses usaha orang tuanya. Dapat kita temukan di toko-toko, dimana sang anak, sambil membawa buku sekolahnya ikut memberikan pelayanan kepada para pembeli di tokonya, atau menjadi kasir di tokonya. Mereka telah berhasil mengesampingkan perasaan minder. Maka, ketika sang anak telah beranjak dewasa, sang anaklah yang menggantikan posisi orang tuanya. Coba simak cerita para pengusaha yang disuguhkan Jawa Pos dalam bab Metropilis kolom pengusaha-pengusaha. Perusahaan-perusahaan mereka (orang-orang Cina) telah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Mulai dari nenek moyang hingga cucu mereka. Lihat saja jamu Nyonya Meneer, atau show room mobil ataupun motor, dan sebagainya.

Maka, jika anak dikenalkan dengan berwira usaha sejak dini, anak akan belajar kemandirian, manajemen diri, pantang menyerah, kreativitas, self-control (kontrol diri), menghargai uang, waktu, orang tua bahkan diri sendiri.

Tak mudah memiliki mental seorang entrepreneur. Memiliki jiwa entrepreneur, berarti mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang wirausaha ketika memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan pada anak sejak dini untuk membantu mereka sukses menjalani seluruh kehidupannya.

Adapun beberapa cara kita untuk mendidik jiwa entrepreneur anak adalah dengan cara berikut:

1. Mengenalkan anak uang sejak dini secara positif.
Salah jika kita berpikir untuk menunggu sampai anak besar baru dikenalkan pada uang. Justru kenalkan anak nilai dan nominal uang sejak kecil agar mereka bisa tahu bahwa untuk mendapatkan uang butuh perjuangan. Namun, yang harus diperhatikan adalah cara yang digunakan haruslah sesuai dengan usia si anak.  Orangtua bisa memberi contoh kepada anak untuk menabung atau mengajak anak berbelanja dan mengenalkannya dengan harga-harga. Ketika anak-anak sudah kenal uang dan perjuangan untuk mencari uang, mereka akan lebih berhati-hati ketika meminta sesuatu kepada orangtuanya.

2.       Didik anak untuk menabung uang sakunya sendiri
Hal ini bertujuan membiasakan anak hidup hemat. Sifat hidup hemat yang ditanamkan sejak kecil akan berdampak baik sampai ia dewasa. Dengan ini anak juga akan lebih bisa menghargai uang.

3.       Tidak terlalu memanjakan anak untuk menuruti semua keinginannya, ajarkan anak untuk lebih sabar dan mandiri dalam memenuhi keinginannya.
Didik anak untuk mandiri dan tidak terlalu sering merajuk. Boleh-boleh saja sesekali menuruti permintaannya, tetapi jangan terlalu mudah terbujuk rengekan atau tangisannya ketika meminta sebuah barang. Ajarkan ia untuk bersabar ketika meminta sesuatu, atau minta saja ia menabung uang jajannya sendiri untuk membeli mainan tersebut. Beri pengertian kepadanya bahwa untuk mendapatkan mainan butuh uang dan harus ditabung terlebih dulu. Karena, menurut penelitian, anak yang mampu meredam keinginannya dan bersabar ternyata lebih pintar daripada anak yang tidak biasa bersabar. Mengajarkan anak untuk bersabar sekaligus akan melatih kemandirian dan tanggung jawabnya untuk mampu mengendalikan diri serta emosionalnya.

4.       Memberi kepercayaan dan bimbingan terhadap anak dalam mengatur cash flow  uang sakunya sendiri (manajemen financial).
Ketika anak sudah mengerti tentang nilai uang dan cara menghitungnya, saat inilah waktu yang sangat tepat untuk membina anak agar lebih bijak mengelola keuangannya. Ayah bunda bisa mencoba memberikan uang saku anak secara mingguan bahkan bulanan jika anak sudah beranjak agak remaja. Kemudian mintalah ananda untuk merencanakan pengeluarannya setiap minggu atau bulan tersebut, alangkah lebih baik jika anak selalu mencatat pemasukan dan pengeluaran uang sakunya setiap minggu atau setiap bulan. Dengan ini anak lebih mampu mengontrol diri dalam setiap pengelauaran keuangannya.

5.       Mulai bekali anak dengan ilmu berdagang (entrepreneurship).
Selanjutnya, seiring dengan bertambahnya usia, biasanya anak akan menuntut uang saku yang lebih kepada orang tua. Dari sini ayah bunda bisa mengenalkan anak tentang konsep berwirausaha, bahwa penambahan uang saku akan lebih seru dan menyenangkan lho kalau berasal dari jerih payah kita sendiri secara mandiri, yaitu dengan berdagang atau wirausaha.  Ayah bunda bisa men-support anak di awal dengan memberikan modal yang cukup. Namun jika anak sudah berhasil menyisihkan uang sakunya setiap bulan untuk ditabung, ayah bunda juga bisa mulai mengenalkan anak tentang cara mengumpulkan modal.

6.       Mengembangkan potensi dan minat anak ke dalam dunia entrepreneur.
Anak akan lebih enjoy dan menekuni suatu hal yang bisa menjadi daya tarik bagi dirinya. Kegemaran dan hobby sang anak bisa menjadi potensi emas dan pintu awal bagi orang tua dalam mengenalkan dunia berwirausaha. Misalnya jika anak pandai menggambar kartun, ayah bunda bisa memotivasi ananda untuk membuat komik, selanjutnya jika banyak orang yang menyukai komik ananda, ayah bunda bisa memberikan saran kepada ananda untuk coba menjual komiknya untuk menambah uang sakunya. Hal ini bisa diterapkan terhadap potensi ananda yang bersifat lebih ke keterampilan, seperti menjahit, menganyam, memasak, dan lain sebagainya. Namun alangkah lebih baik jika di awal, ayah bunda lebih fokus mengembangkan potensi dan bakat ananda terlebih dahulu dibanding memaksakan ananda untuk mengubah bakat dan minatnya ke dalam peluang bisnis. Khawatir ananda akan merasa tertekan dalam menjalankan bisnis bukannya enjoy dan menikmatinya. Lakukan secara perlahan dan terarah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan skill anak, sehingga anak akan lebih menikmati proses berwirausaha.

7.       Pupuk rasa percaya diri anak dengan motivasi dan afirmasi positif.
Adakalanya ketika memulai berwirausaha seseorang pasti diliputi rasa khawatir dan ragu akan keberhasilannya. Begitupun anak-anak, namun ada beberapa tipe anak juga yang cukup nekat dan percaya diri untuk mulai berdagang. Bagi anak yang masih pesimis dan ragu akan keberhasilannya dalam berdagang, jangan pernah bosan untuk memberinya kalimat motivasi dan dorongan, bahwa semua orang pasti bisa dan punya jiwa berwirausaha, dan tidak semua orang juga bisa langsung berhasil. Ajarkan anak untuk selalu optimis, dan menghadapi hidup ini dengan penuh perjuangan, bahwa dalam kehidupan ini pasti ada kegagalan dan keberhasilan, namun kegagalan itulah awal dari keberhasilan. Jika di awal berdagang anak hanya mampu membawa hasil yang lebih kecil dari modalnya, tidak perlu menyalahkannya, justru besarkan hatinya bahwa esok hari pasti akan berhasil dan bimbing anak juga untuk interospeksi diri setelah berdagang. Dengan begini, anak akan belajar untuk menjadi pekerja keras dan pantang menyerah. Namun bagi anak yang over pede atau nekat di awal, ajarkan mereka untuk bersikap lebih hati-hati dan tanamkan ke mereka bahwa dalam berbisnis ada strateginya lho.

8.       Memfasilitasi dan menerjunkan anak untuk mulai berwirausaha.
Belajar tanpa praktek memang sangat sulit dan terlihat abstrak. Begitupun dengan anak-anak, mental wirausaha anak akan semakin terpupuk ketika ia benar-benar merasakan untuk terjun langsung ke dunia bisnis. Belajar bagaimana memupuk modal, memilih target pasar, observasi ke pedagang lain atau pesaing bisnis, mengatur strategi berdagang atau marketing, serta bagaimana memberi pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan, adalah hal-hal atau pengalaman yang mungkin bisa langsung dihadapi anak ketika ia terjun langsung menjadi wirausahawan. Dalam hal ini contoh dan keteladanan dari orang tua biasanya akan lebih berpengaruh terhadap pemupukan mental wirausaha anak.  Namun tidak menutup kemungkinan juga anak memiliki mental wirausaha yang muncul dengan sendirinya tanpa inspirasi dari ayah bundanya, seperti tokoh Ittipat dalam film The Billionaire tadi. J


Riera, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar