Top Ittipat-Billioner
yang Berkarakter
Sangat senang rasanya melihat wajah-wajah puas Diena, Shiva,
Patrick dan Elliot dari kelompok 3 usai berhasil mengumpulkan hasil jerih
payahnya menjual kreasi kain flannel, kentang goreng, sosis dan minuman soda. Sambil
menghitung lembar demi lembar uang yang ada di gelas plastik tempat mereka
menyimpan uang kala menjajakan dagangannya saat istirahat. ‘’Alhamdulillah,
untungnya sampai Rp. 120.000 bu…’’ ujar Diena dengan mata yang berbinar. Ya, ini
memang program sekolah khusus bagi siswa kelas 7 guna menggalang dana untuk
kegiatan homestay mereka di kelas 8 (fundraising). Kami sebagai guru hanya memberi mereka modal awal
sebesar Rp. 100.000,-, dan mereka mengembalikan uang kepada kami sebesar Rp. 220.000,-
dalam waktu seminggu berjualan. Padahal pada saat awal-awal kami memberikan projek fundraising ini kepada siswa di kelas, respon mereka sempat ragu
dan kurang bersemangat. Mungkin karena sebagian besar mereka belum memiliki
pengalaman berbisnis serta masih ragu mengelola modal hingga bisa menghasilkan
untung yang lumayan untuk dana homestay
mereka di luar kota. Namun ketika hasil keuntungan jerih payah mereka sudah ada
di tangan, mereka semakin bersemangat, dan bibit-bibit bakat bisnis pun juga
terlihat di diri mereka. Strategi-strategi berjualan dan ide-ide brilian secara
spontan bermunculan di kepala mereka.
Saya jadi teringat film ‘The
Billionaire-Top Secret’ asal negeri gajah putih yang menceritakan kisah
nyata perjuangan dan tekad seorang pengusaha muda bernama Ittipat dan akrab
dipanggil Top, yang sudah memiliki keinginan untuk berbisnis sejak di bangku
sekolah menengah atas. Diawali dengan kesenangannya membuat desain-desain alat untuk
permainan game di komputer saat di
bangku SMA, Ittipat muda yang awalnya hanya menggunakan alat-alat itu untuk
permainan pribadinya tiba-tiba kedatangan costumer
pertamanya yang berasal dari Singapura secara online dan sanggup membeli salah satu alat desainnya sebesar 500
dolar Singapura. Berawal dari sana, Ittipat mulai ketagihan berjualan alat-alat
permainannya via online. Hingga Ittipat bisa membeli mobil pribadi seharga 600
baht (senilai 200 juta rupiah) dan sudah memiliki tabungan yang nantinya
digunakan untuk modal berjualan DVD player, bahkan berjualan kacang. Impian
Ittipat untuk menjadi pengusaha muda yang sukses pun menghadapi kendala. Ayah
dan ibunya tidak merestui keinginan Ittipat. Orang tuanya hanya ingin Ittipat
belajar dan mementingkan pendidikannya sehingga ia bisa melanjutkan sekolahnya
ke perguruan tinggi negeri di Thailand yang biayanya murah, sehingga orang tua
Ittipat bisa membiayai sekolahnya. Orang tua Ittipat berpikir bahwa kegiatan
berdagangnya hanya mengganggu belajarnya dan membuatnya tidak fokus di sekolah.
Namun dengan kegigihan Ittipat dalam meyakinkan orang tuanya serta kerja
kerasnya, akhirnya Ittipat mampu meluluhkan kedua orang tuanya. Kesuksesan
Ittipat pun sekarang bisa kita nikmati dengan camilan rumput laut ringan yang
saat ini sedang trend di kalangan anak muda, yaitu Tao Kae Noi yang ternyata
artinya adalah ‘pengusaha muda’. Film ini menceritakan perjuangan Ittipat
memenuhi passion dan impian hidupnya
untuk menjadi pengusaha muda yang sukses. Dengan perjuangan dan kerja kerasnya
Ittipat berhasil mengantarkan brand
makanan ringannya masuk ke pasar minimarket ‘Seven Eleven’ (Sevel) yang tengah menjamur di Thailand saat usianya
19 tahun. Hingga ia berhasil membayarkan hutang ayahnya sebesar 400 juta baht. Kemudian
pada usia 26 tahun, ia sudah memiliki penghasilan sebesar 800 juta
Baht per tahun dan mempekerjakan 2.000 staf serta
memiliki perkebunan rumput laut di pesisir Negara Korea Selatan. Film
ini benar-benar mengubah paradigma saya bahwa untuk berbisnis itu tidak perlu
‘bakat-bakat’an yang diturunkan lewat DNA orang tua, namun bakat itu akan
muncul dengan sendirinya jika tekad benar-benar sudah bulat, bahkan bakat
berbisnis itu bisa kita pupuk sejak dini dalam diri si kecil.
Sudah sangat kelewat bangga rasanya walau hanya sebatas
membayangkan buah hati atau anak didik kita bisa menjadi pengusaha sukses
seperti tokoh Top Ittipat ini, namun hal itu ternyata tidak semata-mata bisa diperoleh
dengan sekejap mata dalam waktu yang singkat. Perjuangan dan pengorbanan yang
dibekali dengan kerja keras, pantang menyerah dan do’a orang-orang tercinta
ternyata menjadi modal utama. Perjalanan tokoh Ittipat meraih kesuksesan tidak
semulus yang kita kira, berbagai rintangan silih berganti datang. Namun hal
tersebut tak menyurutkan langkah Ittipat untuk meraih cita-citanya menjadi
pengusaha muda sukses. Ittipat mengajarkan kita untuk selalu pantang menyerah dan
optimis terhadap mimpi. Ketika kita mengajarkan anak untuk berbisnis atau
berwira usaha, ternyata banyak nilai-nilai karakter juga yang bisa anak
dapatkan selain bonus berupa keuntungan dalam bentuk financial tentunya.
Sebenarnya
sudah sejak zaman dahulu kala para pendahulu kita telah menurunkan keterampilan
berdagang atau wirausaha kepada generasi penerusnya. Misalnya Nabi Muhammad
saw, sejak
kecil beliau telah dididik supaya memiliki sifat tanggung jawab. Hal ini
dilakukan dengan memberikannya tanggung jawab berupa hewan-hewan gembala yang
harus setiap hari dirawat. Pagi hari dikeluarkan dari kandang, kemudian
hewan-hewan itu digiring menuju padang rumput, sorenya kembali dipulangkan
menuju kandangnya. Menginjak remaja, Nabi Muhammad saw sudah diajak pamannya,
Abu Thalib berdagang, di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dengan berdagang
itulah beliau terkenal dengan gelarnya, Al-Amin, yang dapat dipercaya. Dari
berdagang pula beliau memiliki jaringan yang luas.
Mari belajar juga dari saudara kita keturunan Cina. Para orang tuanya mendidik anak mereka untuk ikut terlibat dalam proses usaha orang tuanya. Dapat kita temukan di toko-toko, dimana sang anak, sambil membawa buku sekolahnya ikut memberikan pelayanan kepada para pembeli di tokonya, atau menjadi kasir di tokonya. Mereka telah berhasil mengesampingkan perasaan minder. Maka, ketika sang anak telah beranjak dewasa, sang anaklah yang menggantikan posisi orang tuanya. Coba simak cerita para pengusaha yang disuguhkan Jawa Pos dalam bab Metropilis kolom pengusaha-pengusaha. Perusahaan-perusahaan mereka (orang-orang Cina) telah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Mulai dari nenek moyang hingga cucu mereka. Lihat saja jamu Nyonya Meneer, atau show room mobil ataupun motor, dan sebagainya.
Mari belajar juga dari saudara kita keturunan Cina. Para orang tuanya mendidik anak mereka untuk ikut terlibat dalam proses usaha orang tuanya. Dapat kita temukan di toko-toko, dimana sang anak, sambil membawa buku sekolahnya ikut memberikan pelayanan kepada para pembeli di tokonya, atau menjadi kasir di tokonya. Mereka telah berhasil mengesampingkan perasaan minder. Maka, ketika sang anak telah beranjak dewasa, sang anaklah yang menggantikan posisi orang tuanya. Coba simak cerita para pengusaha yang disuguhkan Jawa Pos dalam bab Metropilis kolom pengusaha-pengusaha. Perusahaan-perusahaan mereka (orang-orang Cina) telah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Mulai dari nenek moyang hingga cucu mereka. Lihat saja jamu Nyonya Meneer, atau show room mobil ataupun motor, dan sebagainya.
Maka, jika anak dikenalkan dengan berwira usaha sejak dini,
anak akan belajar kemandirian, manajemen diri, pantang menyerah, kreativitas, self-control (kontrol diri), menghargai
uang, waktu, orang tua bahkan diri sendiri.
Tak mudah memiliki mental seorang entrepreneur.
Memiliki jiwa entrepreneur, berarti mendorong adanya mental
yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan tak mudah menyerah,
seperti layaknya seorang wirausaha ketika memulai usahanya dari bawah. Alangkah
baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan pada anak sejak dini untuk membantu
mereka sukses menjalani seluruh kehidupannya.
Adapun beberapa cara kita untuk mendidik jiwa
entrepreneur anak adalah dengan cara berikut:
1. Mengenalkan anak uang sejak dini secara
positif.
Salah jika kita berpikir
untuk menunggu sampai anak besar baru dikenalkan pada uang. Justru kenalkan
anak nilai dan nominal uang sejak kecil agar mereka bisa tahu bahwa untuk
mendapatkan uang butuh perjuangan. Namun, yang harus diperhatikan adalah cara
yang digunakan haruslah sesuai dengan usia si anak. Orangtua bisa memberi contoh kepada
anak untuk menabung atau mengajak anak berbelanja dan mengenalkannya dengan
harga-harga. Ketika anak-anak sudah kenal uang dan perjuangan untuk mencari
uang, mereka akan lebih berhati-hati ketika meminta sesuatu kepada orangtuanya.
2. Didik anak untuk menabung uang sakunya sendiri
Hal ini bertujuan membiasakan anak hidup
hemat. Sifat hidup hemat yang ditanamkan sejak kecil akan berdampak baik sampai
ia dewasa. Dengan ini anak juga akan lebih bisa menghargai uang.
3. Tidak terlalu memanjakan anak untuk menuruti
semua keinginannya, ajarkan anak untuk lebih sabar dan mandiri dalam memenuhi
keinginannya.
Didik anak untuk mandiri dan tidak terlalu
sering merajuk. Boleh-boleh saja sesekali menuruti permintaannya, tetapi jangan
terlalu mudah terbujuk rengekan atau tangisannya ketika meminta sebuah barang.
Ajarkan ia untuk bersabar ketika meminta sesuatu, atau minta saja ia menabung
uang jajannya sendiri untuk membeli mainan tersebut. Beri pengertian kepadanya
bahwa untuk mendapatkan mainan butuh uang dan harus ditabung terlebih dulu.
Karena, menurut penelitian, anak yang mampu meredam keinginannya dan bersabar
ternyata lebih pintar daripada anak yang tidak biasa bersabar. Mengajarkan anak untuk bersabar sekaligus akan melatih
kemandirian dan tanggung jawabnya untuk mampu mengendalikan diri serta
emosionalnya.
4. Memberi kepercayaan dan bimbingan terhadap
anak dalam mengatur cash flow uang sakunya sendiri (manajemen financial).
Ketika anak sudah mengerti tentang nilai uang
dan cara menghitungnya, saat inilah waktu yang sangat tepat untuk membina anak
agar lebih bijak mengelola keuangannya. Ayah bunda bisa mencoba memberikan uang
saku anak secara mingguan bahkan bulanan jika anak sudah beranjak agak remaja.
Kemudian mintalah ananda untuk merencanakan pengeluarannya setiap minggu atau
bulan tersebut, alangkah lebih baik jika anak selalu mencatat pemasukan dan
pengeluaran uang sakunya setiap minggu atau setiap bulan. Dengan ini anak lebih
mampu mengontrol diri dalam setiap pengelauaran keuangannya.
5. Mulai bekali anak dengan ilmu berdagang (entrepreneurship).
Selanjutnya, seiring dengan bertambahnya usia,
biasanya anak akan menuntut uang saku yang lebih kepada orang tua. Dari sini
ayah bunda bisa mengenalkan anak tentang konsep berwirausaha, bahwa penambahan
uang saku akan lebih seru dan menyenangkan lho kalau berasal dari jerih payah
kita sendiri secara mandiri, yaitu dengan berdagang atau wirausaha. Ayah bunda bisa men-support anak di awal dengan memberikan modal yang cukup. Namun jika
anak sudah berhasil menyisihkan uang sakunya setiap bulan untuk ditabung, ayah
bunda juga bisa mulai mengenalkan anak tentang cara mengumpulkan modal.
6. Mengembangkan potensi dan minat anak ke dalam
dunia entrepreneur.
Anak akan lebih enjoy dan menekuni suatu hal yang bisa menjadi daya tarik bagi
dirinya. Kegemaran dan hobby sang
anak bisa menjadi potensi emas dan pintu awal bagi orang tua dalam mengenalkan
dunia berwirausaha. Misalnya jika anak pandai menggambar kartun, ayah bunda
bisa memotivasi ananda untuk membuat komik, selanjutnya jika banyak orang yang
menyukai komik ananda, ayah bunda bisa memberikan saran kepada ananda untuk
coba menjual komiknya untuk menambah uang sakunya. Hal ini bisa diterapkan terhadap
potensi ananda yang bersifat lebih ke keterampilan, seperti menjahit,
menganyam, memasak, dan lain sebagainya. Namun alangkah lebih baik jika di
awal, ayah bunda lebih fokus mengembangkan potensi dan bakat ananda terlebih
dahulu dibanding memaksakan ananda untuk mengubah bakat dan minatnya ke dalam
peluang bisnis. Khawatir ananda akan merasa tertekan dalam menjalankan bisnis
bukannya enjoy dan menikmatinya.
Lakukan secara perlahan dan terarah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
dan skill anak, sehingga anak akan
lebih menikmati proses berwirausaha.
7. Pupuk rasa percaya diri anak dengan motivasi dan afirmasi positif.
Adakalanya ketika memulai berwirausaha
seseorang pasti diliputi rasa khawatir dan ragu akan keberhasilannya. Begitupun
anak-anak, namun ada beberapa tipe anak juga yang cukup nekat dan percaya diri
untuk mulai berdagang. Bagi anak yang masih pesimis dan ragu akan
keberhasilannya dalam berdagang, jangan pernah bosan untuk memberinya kalimat
motivasi dan dorongan, bahwa semua orang pasti bisa dan punya jiwa berwirausaha,
dan tidak semua orang juga bisa langsung berhasil. Ajarkan anak untuk selalu
optimis, dan menghadapi hidup ini dengan penuh perjuangan, bahwa dalam
kehidupan ini pasti ada kegagalan dan keberhasilan, namun kegagalan itulah awal
dari keberhasilan. Jika di awal berdagang anak hanya mampu membawa hasil yang
lebih kecil dari modalnya, tidak perlu menyalahkannya, justru besarkan hatinya
bahwa esok hari pasti akan berhasil dan bimbing anak juga untuk interospeksi
diri setelah berdagang. Dengan begini, anak akan belajar untuk menjadi pekerja
keras dan pantang menyerah. Namun bagi anak yang over pede atau nekat di awal, ajarkan mereka untuk bersikap lebih
hati-hati dan tanamkan ke mereka bahwa dalam berbisnis ada strateginya lho.
8. Memfasilitasi dan menerjunkan anak untuk mulai
berwirausaha.
Belajar tanpa praktek memang sangat sulit dan
terlihat abstrak. Begitupun dengan anak-anak, mental wirausaha anak akan
semakin terpupuk ketika ia benar-benar merasakan untuk terjun langsung ke dunia
bisnis. Belajar bagaimana memupuk modal, memilih target pasar, observasi ke
pedagang lain atau pesaing bisnis, mengatur strategi berdagang atau marketing, serta bagaimana memberi
pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan, adalah hal-hal atau pengalaman yang
mungkin bisa langsung dihadapi anak ketika ia terjun langsung menjadi wirausahawan.
Dalam hal ini contoh dan keteladanan dari orang tua biasanya akan lebih
berpengaruh terhadap pemupukan mental wirausaha anak. Namun tidak menutup kemungkinan juga anak
memiliki mental wirausaha yang muncul dengan sendirinya tanpa inspirasi dari
ayah bundanya, seperti tokoh Ittipat dalam film The Billionaire tadi. J
Riera, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar