Selasa, 26 Januari 2016


MY PRIDE


the pride of attitude is a manner...
the pride of relationship is a bond...
the pride of trust is a honesty...
the pride of words is writing...
the pride of tongue is a speech...
the pride of joy is a grateful...
the pride of beauty is a graceful...
the pride of advice is a wisdom...
the pride of dignity is a low profile...

the pride of life is a time...
the pride of love is a sacrifice...

the pride of religion is a believing...
the pride of serenity is a silence...
the pride of soul is a faith...

and the pride of faith is tauhid...

Jakarta, 26 Januari 2016

Ummu Maiza

Kamis, 07 Januari 2016

CATATAN QIYAM MALAMKU



Ya Rabb...
Tuhan semesta alam penguasa segala apa yg ada di langit dan yang di bumi...
Yang berkehendak atas segala sesuatu..
Berkehendak atas terciptanya alam ini..
Bumi dan perputarannya dalam orbit...
Planet dalam jajarannya menghadap pusat surya...
Bulan yang menghadapkan wajahnya ke Bumi tanpa lelah mengiringi setiap qiyam hamba-hambaMu tengah malam...

Ya Rabb...
Sungguh aku tak banyak berharap pada dunia ini...
Dunia yang fana ini...
Dunia yang sekedar angan-angan hingga nanti kami menjemput kehidupan akhirat yang lebih hakiki..

Aku tak banyak berharap pada waktu-waktuku
Karena, jika pagi aku beriman belum tentu pada waktu siang aku mengingatMu... 
dan pada waktu sore aku pun lalai...
Sedang ajal tak tentu arah datangnya...
Hanya hidayah dan ampunanMu yang kuharapkan...
Jangan biarkan aku sesat setiap saat...

Aku tak banyak berharap pada shalat-shalatku kepadaMu...
Aku malu pada setiap kecacatannya...
Apakah ia layak mengantarkanku ke Taman SyurgaMu...
Hanya ketulusan dan kekhusyukan menghamba padaMu yang akan menjadi penolongku...
Mampukan aku ya Rabb...
Aku hanya berusaha...

Aku tak banyak berharap pada basahnya lisanku berdzikir untukMu...
Karena terlalu banyaknya dosa yang kubuat dengan lisan ini...
Memakan daging saudara mukminku...
Menggigit atau menusuk setiap hati dan jantung saudara mukminku...
Innalillaah...
Hanya sikap rodjaku tunduk menghamba padaMu...
Memuji setiap keMahaBesaran Mu yang ku harap bisa menggantikan segala dosa-dosa itu...

Aku tak banyak berharap pada shiyam-shiyamku yang lalu...
Karena ia hanya berisi lapar dahaga saja...
Aku malu kerap menghiasinya dengan hal-hal yang menggugurkannya...
Namun...amat celaka tak juga ku sadari...
Tak layak aku berbangga padanya...
Hanya rahmatMu yang kuharap dari rasa khaufku padaMu...

Aku tak banyak berharap pada setiap lembar demi lembar ayat-ayatMu yang ku senandungkan...
Karena aku tak yakin ia akan sampai terdengar ke langit... menurunkan para malaikat ke bumi...
Jika ia hanya berisi rasa takabur dan riya'.....
Hanya ketenangan hati dan kedekatan jiwa yang kuharap padaMu...
Saat kalam demi kalamMu ku hayati...

Aku tak banyak berharap dengan amanah buah hati yang kau titipkan....
Karena aku tak yakin ia bisa menjadi tabungan akhirat yang paling baik...
Karena sejatinya mereka adalah ujian...
Ujian penghambaan padaMu...
Jika dalam setiap ibadah ku lalai karena mereka, akupun tersadar... mereka belum tentu menghantarkanku ke gerbang jannahMu...
Terlebih jika malah tertumpuk dosa saat menjaga amanahMu ini ya Rabb...
Maka...
Mampukan aku ya Rabb...
Menjadi sebaik-baiknya insan di dunia yang menjaga mereka...
Menjadi sebaik-baiknya madrasah bagi mereka...
Mampukan aku menjadi taman syurga mereka atas bakti-bakti yang dilimpahkan padaku...

Aku tak banyak berharap dengan setiap pelayanan dan penghambaanku pada suamiku...
Karena terlalu banyak pembangkangan ataupun celah-celah durhaka terhadapnya...
Sadar ataupun tanpa sadar...
Terlalu banyak darah pengorbanannya yang ku tenggak....
Tanpa aku ketahui apakah aku berhasil membayarnya dengan keta'atanku...
Mampukan aku menjemput ridhonya untuk ridhoMu ya Rabb...
Mampukan aku menjadi perhiasannya yang paling berharga baginya di dunia...
Mampukan aku menjadi bidadari pendamping dirinya di jannahMu...
Karena aku tahu, jika aku ta'at padanya, menjaga sholat 5 waktuku, serta melaksanakan shiyam RamadhanMu...adalah kunciku menuju jannahMu...
Mampukan aku masuk ke syurgaMu dari pintu manapun ya Rabb...

Hasbiyallaah wa ni'mal wakil... 

Jakarta, 8 Januari 2016

Ummu Maiza

#ODOP99
#catatandoa
#doa
#Day1

Selasa, 29 Desember 2015



Tidak Untuk Yang Lain..
 
Ananda...
Tidak mengapa, saat kau sudah pandai bercerita di depanku..
Namun kau menutup rapat2 kedua bibirmu untuk berbicara di depan orang banyak...
Bukan masalah bagi Ummi...
Karena ceritamu tidak untuk yang lain...

Ananda...
Tidak mengapa, saat kau sudah mahir mengikuti irama dan lirik sebuah lagu berikut gerakannya...
Namun kau mematung saja, menyimpan tarian lucumu dirumah saja..
Bukan masalah bagi Ummi..
Karena tarian dan nyanyianmu tidak untuk yang lain...

Ananda,
Tidak mengapa, saat kau sudah hafal beberapa surat pendek Al-Qur'an beserta doa-doa...
Namun kau malu untuk menunjukkannya di depan teman-teman...
Bukan masalah bagi Ummi...
Karena hafalanmu tidak untuk yang lain...

Ananda,
Tidak mengapa, saat kau sudah mahir menyebutkan huruf hijaiyah, alfabet ataupun angka-angka...
Namun kau menyembunyikan keahlianmu itu rapat-rapat,
Tidak masalah bagi Ummi,
Karena kepandaianmu tidak untuk yang lain...

Ananda,
Tidak mengapa, saat kau harus berkenalan dengan orang baru...
Namun kau kikuk tak melangkah sedikitpun...
bahkan menyimpan kedua tanganmu baik-baik tak menghulur sedikitpun...
Bukan masalah bagi Ummi...
Karena ada saatnya kau memang harus selektif terhadap orang yang baru kau kenal...

Ananda,
Tidak mengapa, saat kau sudah paham bagaimana mengucapkan maaf, tolong, terima kasih...
Namun, kau masih malu mengatakannya...
Bukan masalah bagi Ummi,
Kelak kau pasti akan lebih banyak mengucapkannya...
Karena kau mengerti, bahwa untuk dihargai orang lain kau butuh kata-kata itu untuk menghargai dirimu sendiri..

Ananda,
Tidak mengapa jika kau memiliki rasa malu,
Ummi malah bersyukur atas rasa malumu itu...
Ummi malah sangat berharap kau mempertahankannya hingga kelak kau dewasa...
Karena kau perempuan muslimah...
Yang patut menjaga izzahnya dengan perhiasan malu sebagai mahkotanya...

Tak mengapa jika rasa percaya diri belum menghiasi pribadimu...
Pun sampai kau dewasa...
Karena perkataan Rasulullah pasti akan menghiburmu...
"Malu adalah sebagian dari Iman..."
Malumu adalah hiasan terbaik bagimu...
Karena itu adalah Iman...

Cukuplah Allah, Ummi dan Abi yang mengetahuinya...
Dan akan kau simpan rapat-rapat sampai kelak datang pemuda beriman meminangmu...
Karena talenta berhargamu tidak untuk yang lain...

Jika nanti saatnya rasa percaya dirimu harus hadir...
Ia akan layak keluar saat kau menegakkan amar ma'ruf nahi munkar....

Jakarta, 29 Desember 2016
-Riera Ummu Maiza-

***
Teruntuk para Bunda yang memiliki anak gadis pemalu saat tampil atau berhadapan dengan orang baru, atau bahkan di ruang publik... :)

Jumat, 18 Desember 2015

My 'Harmful' Toddler...




Untuk kesekian kalinya Maiza mencubit adiknya yang masih bayi, bahkan sesekali ia sengaja memukul ataupun sengaja berteriak dekat adiknya yang sedang tidur pulas. Saat ditanya "Kok dicubit?", jawabannya "Maiza gemes..", atau kadang ditanya pun ia melengos saja, lalu berlari.

Untuk kesekian kalinya juga saya menasehati dan berbicara baik2 kepadanya, bahwa "tangan diciptakan Allah tidak untuk menyakiti", atau " "kalau Maiza sayang atau ingin berteman bukan begitu caranya..., tapi begini" (sambil memperagakan memeluk, mengelus, merangkul atau menggandeng). Namun berulang kali dinasehati, berulang kali juga ia melakukannya, padahal ia sudah tahu kalau hal itu tidak baik. Nah, apa mungkin karena dia tahu hal itu tidak baik, maka Maiza memanipulasi keadaan utk membuat emosi saya muncul. Dalam artian ia mencari perhatian kepada saya. Yap, this is 'terrible two' phase...

Ya, Maiza saat ini memang tengah berusia 2 tahun, yang byk para pakar psikologi anak mengatakan, bahwa usia segitu saat anak mulai testing atau memanipulasi keadaan dgn tingkah polahnya. Meskipun terkadang bikin gemes, dan memancing emosi, namun anehnya usia segini bisa membuat tertawa kembali dalam waktu beberapa detik setelah membuat kesal orang tuanya. Inilah yg byk org bilang fase 'terrible two' atau '(Anak) 2 (tahun) yang mengerikan'. Bahkan ada juga yg sampai hati bilang 'awas, balita galak", hahaha...

Sebenarnya predikat 'terrible twos' pada balita usia 2 tahun ini agak mengganggu juga ya.. terlebih untuk orang tuanya ketika ada orang lain yang mengatakan hal itu kepada anaknya. Rasanya kok, gak fair juga untuk si kecil kalau sampai di label "mengerikan" kaya gitu, bahkan gak tega, sekaligus jujur agak terganggu dan kesal jg kalau sampai orang lain yang mengatakan begitu ke anak kita. Meskipun pada kenyataannya memang balita kita 'galak' dan kadang main fisik...hihihi. Bahkan ada sebuah curahan hati dari seorang ibu di Amerika yang tidak terima dgn predikat "terrible two" untuk anaknya, sehingga ia menggantinya dengan "boundaries stage".

Mungkin ada juga diluaran sana balita 2 tahun yang adem ayem saja atau nurut2 saja sama orangtuanya (*cmiiw). Dan bila harus dibandingkan dgn anak saya yang 'MasyaAllah' ini, sedih rasanya. Apalagi saat anak saya di'judge' negatif karena tingkah polahnya, dan yang paling menyedihkan adalah saat mereka mengatakan perilakunya berasal dari stimulus orang tuanya. Saya sebagai orang tua yang memiliki visi misi duniawi maupun ukhrawi yang baik bagi anak2 saya, tidak akan pernah tega dengan sengaja memberikan stimulus dan contoh yang buruk kepada buah hati saya. Kemudian saya merenung apakah ada yang salah dengan pola didik saya terhadap anak2 atau memang paparan media dan lingkungan yang begitu kuat thd anak saya?. Namun saya kembali menelaah dari sisi positifnya, hal ini menunjukkan bahwa anak saya sehat dan cerdas. Sehat, karena kognitifnya yang sangat cepat menyerap informasi yang baru datang satu kali padanya, baik didengar ataupun dilihat. Cerdas, karena ia mampu memodifikasi ataupun memanipulasi informasi dan kondisi yang ada. Misalnya, dengan merubah lirik2 lagu dengan kata2 yang hanya ada di kepalanya, atau mengetes respon saya dengan melakukan hal yang saya larang meskipun ia mengerti kalau hal itu tidak boleh, karena setelah melakukan biasanya ia akan berbicara kepada dirinya sendiri, "tidak boleh begitu ya Maiza..., nanti ummi sedih...". Dan saya cukup bersyukur untuk 2 hal tersebut. :)

Karena saya memiliki balita usia 2 tahun dan cukup mengalami serta merasakan bagaimana saat-saat dimanipulasi olehnya, saya pun browsing2 bagaimana sebenarnya perkembangan psikologis anak usia 2 tahun ini.  Saya menyoroti untuk perkembangan emosionalnya karena hal ini sering berbenturan juga pastinya dgn emosional orang tuanya (hahaha...).

***
Berikut perkembangan emosi anak usia 2-3 tahun menurut Elizabeth  B.Hurlock  dalam buku  Psikologi Perkembangan :

a.     Amarah
Pada usia 2-3 tahun, anak masih belum dapat mengendalikan amarah dengan baik. Mereka cenderung meledak-ledak, kadangkala tanpa disertai dengan alasan yang kuat. Sebagai contoh, anak usia 2-3 tahun dapat saja marah dikarenakan tidak diperbolehkan memainkan sesuatu permainan/benda yang dia inginkan atau tidak tercapai keinginan akan sesuatu. Ungkapan  rasa marah ini ditandai dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. Pada tahap tertentu, bila amarah yang ditunjukkan anak ini sangat tinggi dan cenderung membahayakan, maka disebut hal ini sebagai tantrum.

b.    Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita, gambar, acara televisi dan film dengan unsur yang menakutkan. Reaksi yang diberikan anak terhadap rasa takut ini biasanya adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan. Perasaan takut mudah menyebar kepada anak-anak yang lain.

c.     Cemburu
Rasa cemburu merupakan reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan atau ancaman khilangan kasih sayang. Pola rasa cemburu bisanya berasalan dari rasa takut yang dikombinasikan dengan rasa marah.  Anak cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orangtua beralih kepada orang lain dalam keluarga, baik adik maupun kakak. Biasanya adik yang baru lahir.

d.    Ingin tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, mengenai tubuhnya dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik yang kemudian diapresiasikan dengan cara bertanya.
Biasanya usia 2-3 tahun ini, anak cenderung banyak bertanya mengenai hal-hal yang baru atau hal yang ia anggap menarik. Ditandai dengan pertanyaan “Apa….., Mengapa…"

e.     Iri hati
Anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki oleh orang lain. Iri hati biasanya diungkapkan dengan mengeluh tentang barang yang dimilikinya atau keinginan untuk memiliki barang seperti yang dimiliki oleh orang lain. adalah
Mengapa anak iri hati dengan adik bayi ? ada ahli yang mengatakan sebabnya karena anak itu sangat kasih terhadap ibunya. Kita semua tahu, bahwa anak sangat membutuhkan keamanan dan kenyamanan, pada ibu hal tersebut diperolehnya. Jika ia mempunyai adik lagi, maka ia cemas kalau-kalau keamanan dan kenyamanan akan berkurang atau hilang sama sekali.

f.     Gembira
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba/tidak diharapkan atau berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Ekspresi dari kegembiraan ini ditandai dengan tersenyum dan tertawa, melompat, berteriak, bertepuk tangan atau memeluk orang yang membuatnya bahagia.
Biasanya anak usia 2-3 tahun gembira bila mendapat hadiah, mampu melakukan hal yang sulit dilakukan, bertemu dengan orang yang disukai dan lain sebagainya.

g.    Sedih
Anak merasa sedih karena segala sesuatu yang dicintainya atau dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak Usia 2-3 tahun biasanya menunjukan  kesedihannya cara menangis, dan kehilangan minatnya terhadap kegiatan normalnya termasuk makan.

h.     Kasih sayang
Kasih sayang anak-anak terhadap orang lain diperngaruhi oleh jenis hubungan yang ada diantara mereka, sehingga dapat dimengerti kasih sayang anak pada masing-masing anggota keluarga berbeda.
Anak usia 2-3 tahun belajar mencintai orang, binatang atau benda yang menyenangkan dengan cara memeluk,menepuk dan  mencium objek yang disayanginya. Secara verbal, anak usia sudah mampu mengatakan kata-kata “sayang mama/sayang papa” secara jelas. Biasanya ekspresi yang lebih sering ditunjukkan anak adalah dengan cara memeluk.
***

Inilah kondisi perkembangan psikologis secara emosi pada balita saat usianya 2-3 tahun, yang beberapa disebut orang sebagai NAKAL.

Dalam pengasuhan, makna 'nakal' adalah satu kata yg penuh dgn multidefinisi. Sehingga tidak fair rasanya bila seorang bayi atau balita diberikan predikat 'nakal', saat ia pun tidak paham apa artinya. Saya tanya sekali lagi, adilkah?

Jika istilah nakal bagi remaja atau dewasa adalah suatu tindakan kriminal kecil, apakah itu pantas dilabelkan kepada seorang anak kecil polos tak berdosa?

Jika istilah nakal adalah suatu kegiatan eksploratif seorang anak demi memuaskan rasa ingin tahu nya, mengapa kita tidak bersyukur atas predikat ini? Karena itu adalah bukti bahwa ia belajar...

Jika istilah nakal adalah ciri anak kita sehat dan cerdas, mengapa tak berucap : "Alhamdulillah, anakku nakal"

Semoga tidak ada lagi predikat atau label negatif lainnya untuk balita di mid-golden age ini...
Wajar memang jika usia ini anak2 memancing emosi, namun biarlah cukup emosi hati yang muncul bukan kata-kata negatif menyayat hati yang akan tertancap di hatinya dan bekasnya tak hilang hingga belasan tahun mendatang...
Cukuplah emosi hati yang muncul, jangan ucapan apalagi tindakan fisik yang melukai...
Apakah kita yang (sudah) penuh dengan dosa ini, masih ingin melukai anak kecil yang Allah pun belum memberlakukan dosa atas dirinya?

Wallahu'alam bishowab...

Jakarta, 16 Desember 2015

-Riera Ummu Maiza-

Rabu, 26 November 2014

Menghindari Kesalahan Memotivasi






Kalau boleh, saya ingin mengatakan bahwa setiap ibu mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang berguna sesuai harapan orang tua.
Naluri seorang ibu menyayangi dan mendidik anak-anaknya agar kelak tidak saja berhasil bagi dirinya sendiri, tetapi sekaligus membahagiakan orang tua, tetangga, dan masyarakat.
Keberhasilan anak dalam meniti hidupnya adalah keberhasilan orang tua, terutama ibu. Karena perjalanan anak banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh ibu selama masa-masa perkembangan.
Didorong oleh rasa sayang kepada anak, seorang ibu banyak tampil memotivasi anak. Tindakan ini bagus. Anak yang berhasil, sering kali lahir justru bukan dari banyaknya fasilitas yang dimiliki. Lebih penting dari itu, motivasi tinggilah yang banyak memberi sumbangan pada semangat anak demi berusaha dan menyikapi “kesulitan-kesulitan” yang dialami.
Tetapi…
Ada tetapinya!
Keinginan inu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan karena kesalahan-kesalahan “kecil”. Tindakan memotivasi justru menjadi bumerang. Alhasil, kemauan berprestasi anak malah lemah dan prestasinya rendah.
Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan ketika memotivasi anak, yaitu :

      Membuat Anak Merasa Bersalah
Sebagian ibu mengangap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah, anak akan terpacu untuk memperbaiki diri. Anak akan bersemangat untuk meraih apa yang diharapkan oleh orang tua. Tetapi kenyataannya sering kali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri. Tidak mempunyai percaya diri. Dalam jangka panjang, inimelemahkan kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam mengembangkan keckapan intelektual dan keterampilan kerja.
“Motivasi” yang justru menimbulkan rasa bersalah pada anak, misalnya, “Kamu saying sama Mama, nggak? Sayang nggak?”
“Sayang, Ma,” kata Reza. Selebihnya Reza hanya diam.
“Makanya, kalau saying sama Mama, belajar yang baik,” kata Mama.
Rasa besalah juga muncul ketika Ibu megatakan, “Ibu tiap hari kerja keras untuk kamu. Kalau kamu kasihan sama Ibu, kamu harus belajar. Kamu harus mendapat ranking satu. Lihat itu, Bapak tiap hari pulang sore. Cari duit itu sulit.”

2.       Menjadikan Anak Merasa Anda TIdak Menganggapnya Cukup Pandai
Dody pulang sekolah. Begitu tiba, ibu langsung menanyai tentang pelajaran apa yang diterimanya tadi. Tak lupa menanyakan ulangan.
Ini dia awal kesulitan Dody. Hari itu ada ulangan Matematika. Dia mendapat nilai 7.
Sebenarnya nilai yang bagus untuk Matematika. Tapi Dody tahu, kalau mengatakan yang sebenarnya, ia akan menghadapi resiko diomeli ibu. Tapi kalau berbohong, Dody ingat itu mendatangkan dosa.
Akhirnya Dody menunjukkan kertas hasil ulangan. Seperti diduga, ibunya segera berkomentar, “Aduh, Dody. Masak berhitung begini kamu nggak bisa sih? Ini kan mudah, toh! Coba lihat itu Mas Iwan, pintar dia.”
Doy kecewa. Ia sudah mendapat nilai lebih tinggi dari kebanyakn temannya, tapi tetap tidak mendapatkan penghargaan dari orang tua. Ibu menganggapnya tidak cukup pandai.
Mental anak sangat terpukul. Ungkapan ibu semacam ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Pada gilirannya, anak mudah merasa putus asa.
Anak juga merasa dirinya bodoh. Karena merasa bodoh, ia cenderung tidak mau belajar. Ia banyak melakukan hal-hal yang kurang meningkatkan kecerdasan. Sehingga, akhirnya ia mendapati benar-benar bodoh di sekolah. Inilah yang disebut self-fulfilling prophecy (“nubuwah” yang dipenuhi sendiri).
Memotivasi dengan bentuk-bentuk ungkapan semcam itu justru bisa membodohkan anak. Ungkapan yang dimaksud Ibu untuk membangkitkan potensi anak, sebenarnya justru merusak potensi yang besar.
Seharusnya, ibu tetap menunjukkan kehangatan. Bahkan ketika anak mendapat nilai jelek pun, ibu perlu memberikan kehangatan dan penerimaan. Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan diterima pada diri anak, sehingga ia akan bersemangat untuk mencapai yang lebih di saat berikutnya tanpa perasaan tertekan dan terbebani.
Sementara kalau anak mencapai prestasi yang memuaskan, seperti yang dicapai oleh Dody misalnya, ibu perlu menunjukkan sikap menghargai. Ibu memberikan penghargaan dan pujian yang memadai. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu kikir memuji.

3.       Menghancurkan Harga Diri Anak
Anda sangat tidak menyukai kalau keburukan Anda atau hal-hal yang Anda anggap sebagai wilayah pribadi diungkapkan kepada orang lain. Apalagi jika yang mengungkapkan rahasia pribadi Anda itu adalah orang yang paling dekat, suami misalnya. Rasanya sakit sekali. Ada kekecewaan bercampur marah. Ada perasaan malu yang amat sanagt bercampur kejengkelan.
Kalau Anda saja merasa demikian, apalagi anak Anda yang masih belum memiliki integritas diri yang kokoh? Tapi ada kalanya orang tua menghancurkan harga diri anak dengan maksud menumbuhkan semangat pada diri anak untuk mencapai prestasi terbaik.
“Pokoknya kalau Andi tidak bisa mendapat nilai yang baik, Mama akan cerita sama Ita. Kalau Andi nggak ingin Mama cerita, Andi harus memperbaiki prestasi.”
Atau, “Sudah, kalau Tony nakal terus, nanati Mama bilang Papa.”
Ungkapan-ungkapan seperti itu sangata mengganggu harga diri anak. Tetapi, yang lebih menghancurkan harga diri adalah kalau Ibu benar-benar menceritakan kepada orang lain. Ini yang kadang secara tidak sadar dilakukan Ibu. Misalnya ketika ada temna sedang menceritakan anaknya melalui telepon, dengan maksud mengimbangi ataupun basa-basi, kadang ibu tanpa sadar menghancurkan diri anak.
“Aduh, Bu. Sama dengan anak saya. Yang nomor tiga itu, Si Pras, itu, aduuh….malas sekali kalau disuru belajar. Sampai jengkel saya kalau menyuruh dia!”
Sikap ibu ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negatif anak dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orang tua dengan harapan orang tuanya marah. Kalau orang tua marah, ia memperoleh kepuasan. Pada saat ini, ia mengungkapkan kejengkelannya pada orang tua.

4.       Membuat Anak Defensif
Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan (defensive), tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah. Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi, hanya asal tidak mendapat tekanan. Asal tidak dimarahi. Atau, ia menjadi apatis.
Ibu kadang memotivasi anak dengan cara memojokkan, misalnya, “Kamu pasti nggak saying sama Mama. Kalau kamu saying sama Mama, kamu nggak akan malas. Ayo, sekarang belajar.”

5.       Mendorong Anak Balas Dendam
Saya pikir, tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya melakukan balas dendam. Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat anak terdorong untuk balas dendam. Misalnya, “Pokoknya kamu harus les Matematika. Ibu nggak mau punya anak yang tidak pandai Matematika. Kalau bahasa Indonesia, mudah dipelajari. Semua orang bisa menguasai.”
“Tapi, Deka pingin belajar karate, Ma.”
“Nggak. Pokonya kamu harus les Matematika. Kamu boleh belajar karate, tapi nanti, kalau kamu sudah pandai Matematika,” tegas ibu keras.
Sebenarnya sikap tegas sangat perlu ditegakkan dalam keluarga. Tetapi, ketegasan harus berlandaskan aturan yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap menghargai inisiatif anak.
Seorang Ibu bisa mengajukan alternative sebagai hal yang harus dipilih oleh anak. Tapi ibu harus dapat menjamin bahwa anak memahami dan memerima penjelasan yang dikemukakan oleh Ibu. Lebih dari itu, Ibu harus memeperhatikan apakah kehendak Ibu tidak justru mematikan potensi anak yang sebenarnya sangat besar dan brilian. Inilah!
Karena itu, sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu. Sebaiknya ibu lebih banyak mendampingi dan memberikan kehangatan sehingga anak memiliki percaya diri dan ahrga diri yang baik.
Ini akan lebih berharga bagi anak. Prestasi anak dapat lebih dipacu, sekalipun kelak anak jauh dari orang tua.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

(Oleh : Mohammad Fauzil Adhim, dalam buku “Segenggam Iman Anak Kita”)

-----

Dapatkan buku Segenggam Iman Anak Kita dengan harga istimewa di :  https://www.facebook.com/Galeri.Edu/photos/a.685575558142574.1073741828.637807546252709/685594804807316/?type=3&theater

Rabu, 12 November 2014

Al Ummu Madrosatul Ula (Ibu sebagai Sekolah Pertama Anak)



Wahai Ibunda, saat pertama kali kita mengandung pasti ada berjuta rasa yang terpatri dalam relung jiwa. Ada perasaan haru, bangga, bahagia, cemas, khawatir ataupun meragukan kemampuan diri. Ya...perasaan yang hadir itu sekiranya memang wajar bunda. Apalagi ketika si kecil sudah lahir ke dunia ini. Perasaan tersebut kembali hadir, bahkan levelnya sedikit lebih naik. Jika masih ada perasaan cemas dalam diri kita terhadap masa depannya, itu sangatlah wajar bunda. Menerima amanah titipan Allah berupa sosok mungil yang awalnya masih rapuh dan suci, kemudian menjadi tanggung jawab kita untuk mendidiknya hingga besar, memberikan makanan bagi jiwa raganya, menyusuinya, menyayanginya, mengayakan pikiran dan jiwanya dengan iman dan akidah yang akarnya kokoh hingga ke sanubari, itu tidaklah mudah. Ada beribu nilai yang harus kita punya sebagai bekalnya. Dan seiring dengan perkembangannya, justru kitalah yang makin bertambah ilmunya, makin hari kita makin belajar dari sosok mungil itu. Allah Maha Besar, Maha Adil... Satu hal yang harus selalu hadir dalam hati kita adalah kesabaran. Ya...kesabaran, yang dibaluri dengan keikhlasan yang paripurna. Allah memberikan reward yang paling tinggi dan indah untuk siapa saja bagi hambaNya yang mampu memiliki kesabaran ekstra.

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar 39:10)

 “Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya”. (QS. Al Furqaan 25:75)

 Oleh karenanya, sangatlah wajar bunda...jika syetan sering bermain dengan kesabaran kita saat mendidik buah hati. Ia begitu bersemangat menghasut dan membisiki kita saat si kecil mulai rewel, aktif ataupun menggemaskan. Namun selalu ingat bunda.... bahwa anak itu tak pernah salah. Ya... tak pernah salah, karena Allah saja belum memberlakukan dosa atas dirinya. Syetanlah yang selalu membisiki kita bahwa si kecillah yang bersalah. Namun jika si kecil terlihat melakukan suatu hal yang tidak wajar, justru kitalah yang perlu interospeksi diri...atas apa yang ia contoh dari kita atau tayangan media yang kerap kita suguhkan. Ya, karena kitalah yang bersamanya 24 jam.

Mendidik anak bukanlah perkara yang mudah, namun tidaklah pula kita berlepas tangan dari amanah istimewa ini. Ibu... adalah sebagai sekolah pertama bagi buah hati. Ummu madrosatul'ula. Ibu adalah guru yang utama bagi anak-anaknya, karena ibu lah yang pertama ia rasakan kehadirannya saat dalam janin, yang pertama ia rasakan pula detak jantungnya, dari ibulah pertama kali si kecil mendapat makanan, dan itu saat di dalam rahim sang Ibu. Bisa dibayangkan bagaimana fitrah ini bisa terjadi, bagaimana ikatan ini bisa terjalin...antara Ibu dan anak. Bahkan mulai saat sang bunda mengandung, tanpa sadar ikatan itu perlahan terjalin dan terajut. Dengan mendidik buah hati dari tangan kita lah, ikatan itu akan semakin terjalin erat. Mungkin di antara kita, masih ada yang belum percaya diri dengan predikat ummu madrosatul 'ula ( ibu sebagai sekolah pertama). Namun janganlah khawatir bunda...sebenarnya dari tangan kitalah (sang Ibu) anak-anak lebih ridho diajarkan.

Jika melihat dunia pendidikan formal di sekolah-sekolah yang mainstream saat ini memang begitu mengkhawatirkan, entah yang berasal dari pergaulannya, tenaga pendidiknya atau dari sistemnya. Terlebih di negara kita tercinta ini. Mungkin karena rasa bingung dan kurang percaya diri itulah sang Ibu atau orang tua kerap 'menitipkan' anak-anaknya untuk dididik disebuah lembaga pendidikan formal yang diakui pemerintah. Meskipun masih banyak juga lembaga pendidikan yang baik dan bersesuaian dengan akidah serta sunnah Rasul yang kita yakini. Namun jika seorang Ibu bisa lebih sedikit mengubah cara pandangnya, kita juga bisa menyusun dan merancang pendidikan yang lebih profesional meskipun dibalik tembok rumah. Dengan tenaga pendidik yang tentunya juga sudah punya ikatan kuat dengan sang anak, yaitu kita sendiri, Ibu. Oleh karena itu, keliru jika ada seseorang yang beranggapan tak perlulah sekolah dan pendidikan yang tinggi jika hanya ingin menjadi ibu rumah tangga. Justru otak dan pemikiran seorang Ibu haruslah di jejali dengan berbagai ilmu dengan pendidikan yang tinggi, psikis atau jiwanya didukung gizi ruhani yang mumpuni dan sempurna, fisiknya pun harus selalu tampil segar bugar menawan. Tepislah anggapan bahwa predikat seorang Ibu rumah tangga hanyalah seorang ibu dengan ilmu yang pas-pasan, kurang terdidik, kuper, dengan penampilan kucel ala daster rumahan. Bahkan di negeri sakura Jepang, banyak para wanita nya yang sengaja berpayah-payah lulus S2 (magister) demi untuk mendampingi sang buah hati, menjadi guru utama untuk mereka.

Mulailah timba ilmu bagaimana menjadi seorang Ibu yang profesional, layaknya sebuah jabatan di dalam perusahaan bergengsi. Jabatan Ibu adalah jauh lebih mulia dibandingkan profesi apapun, jauh lebih berat deskripsi kerjanya dibandingkan profesi manapun. Anda pasti sudah tahu, dalam sehari 24 jam, seminggu 7 hari, siang ataupun malam, baik dalam keadaan terjaga ataupun terlelap... seluruh komponen dalam keluarga kecil kita pasti membutuhkan peran kita. Meskipun latar pendidikan kita hanyalah SD atau SMP, cobalah untuk menggali ilmu pengasuhan atau parenting dari berbagai sumber atau rujukan. Bukalah diri kepada informasi dunia luar, mulailah dengan ikut kegiatan-kegiatan sosial di luar rumah, seperti mengikuti pengajian ataupun komunitas yang positif yang mendukung kita untuk selalu memperdalam ilmu parenting. Sebenarnya rujukan yang paling sempurna sudah kita temukan didalam kitab Al Qur'an. Rujukan bagi ilmu dari segala ilmu, karena langsung datang dari yang Maha Berilmu. Silahkan baca lembar demi lembar firmanNya, pasti akan kita temukan ilmu pengasuhan paling baik didunia ini. Bacalah surat Lukman, Ali Imran, Yusuf atau Maryam, ataupun surat-surat yang lain yang masih banyak tersirat ilmu-ilmu pendidikan.

Bayi, ataupun seorang anak yang baru saja hadir di dunia ini.... laksana seorang pengembara yang baru datang ke sebuah negeri yang belum pernah ia kunjungi. Bahkan untuk menjadi seorang manusia pun adalah hal yang baru baginya. Maka awal mula, ajarkanlah ia terhadap 3 hal pokok yang mendasar yang sangat dibutuhkan dirinya, yakni bagi jiwa (ruh/psikis), akalnya (pikiran) dan jasadinya (fisik). Adalah iman yang paling pokok di butuhkan jiwanya. Sesungguhnya Allah SWT telah melakukan perjanjian suci dengannya saat di alam ruh, tentang penghambaannya terhadap RabbNya. Mari kita simak perjanjian indah ini dalam Al Qur'an :

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)”. (QS. Al A’raaf, 7 : 172)

Maka dari tangan orangtuanya lah, ruh yang ada didalam bayi mungil itu kita didik, seolah-olah kita asah lagi kemampuan dan ingatan mereka untuk mengenali Tuhannya, Allahu Robbul 'alamin. Kembalikan lagi mereka ke dalam fitrahnya. Inilah kebutuhan mendasar bagi ruh nya, kenalkan ia kepada ketauhidan, selami ia pada ilmu-ilmu agama Islam. Tumbuhkan rasa cintanya pada kalamullah, Al-Quranul karim, sebagai manual book bagi kehidupannya. Kenalkan ia pada sosok suri tauladan bagi ummat Islam, Nabiyullah Muhammad saw. Tuntunlah ia untuk mengidolakannya, mempelajari kisah hidupnya, meneladani perkataan dan perbuatannya yang tertuang di dalam sunnah-sunnahnya, dan mencintainya pula agar shalawat senantiasa tercurah pada baginda nabi. Jika anak sudah dapat mencontoh tingkah laku dan tutur kata Nabi, InsyaaAllah mereka akan berusaha menjadi pribadi yang berakhlakul karimah (akhlak yang mulia). Perkokoh ketauhidan dan keislamannya dengan Rukun Islam dan Rukun Iman yang terpatri kokoh dalam jiwanya. Setelah itu, barulah kita beri bekal ilmu yang mumpuni bagi akal dan fisiknya.

Bagi kebutuhan akalnya, kita bisa mengawalinya dengan mengenalkannya pada lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang paling dekat dengannya. Inilah yang selanjutnya akan berkembang secara alami pada diri anak menjadi bercabang-cabang ilmu, mulai dari sains sampai kehidupan sosial. Asahlah dengan tajam apa yang diminati jiwanya. Jangan sampai terjejali akal pikirannya dengan ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat. Ketika ia mulai hadir didunia ini, tugas kitalah sebagai pemandunya, ibarat seorang guide bagi orang asing yang baru mengenal sebuah negeri. Ajarkan secara alami sesuai perkembangan psiko-motoriknya. Carilah informasi mengenai tumbuh kembang anak mulai dari lahir hingga ia menginjak dewasa. Ini bisa kita dapatkan secara ilmiah di rumah sakit, pelayanan kesehatan anak, dan lain sebagainya. Jika ingin lebih profesional, kita bisa membuat daftar kolom perkembangan psiko-motorik dan daftar kegiatan yang dapat menstimulasi perkembanganya. Barulah pada usia pra sekolah dan sekolah, selanjutnya kita bisa membuat seperti jadwal pelajaran atau silabus pembelajaran. Bahkan kita bisa membuat kurikulum sendiri yang sesuai dengan perkembangan serta kompetensi anak. Bagi bunda yang sudah mahir dan lihai berselancar di dunia maya, sudah banyak sekali pilihan dan informasi menarik seputar pendidikan yang dapat menginspirasi bunda-bunda saat menjalankan peran guru bagi sekolah ibu :). Atau jika kita mau menjallin silaturahim, maka mulailah untuk melakukan observasi ke sekolah-sekolah bayi atau anak, baik yang formal ataupun informal, sekaligus nantinya bisa dengan mudah memilihkan sekolah formal untuk anak kita.  Atau jika bunda memutuskan ingin melakukan homeschooling untuk pendidikan anak, bisa berdiskusi bersama sahabat Ibu lain yang sudah sukses membina homeschooling atapun sudah sukses mendidik sang buah hati dengan tangannya sendiri. Pilihan yang tepat ada di tangan bunda dan buah hati, diskusikan bersamanya apa yang terbaik bagi dirinya.

Bagi kebutuhan fisiknya, penuhilah tubuhnya dengan makanan yang halal dan thoyibah. Jika sudah halal dan thoyibah, InsyaaAllah sudah pasti sehat dan bergizi. Karena makanan yang halal dan thoyib sejatinya adalah pola makanan yang sudah diatur Allah SWT untuk memenuhi kebuthan dasar tubuh manusia, sebagai zat Khalik yang memang mengenal makhluk yang Ia ciptakan. Maka tak ada keraguan lagi. Ajarkan anak untuk mengenal konsep halal, haram dan syubhat. Namun tetap arahkan untuk selalu memilih yang halal dan baik (thoyib). Dalam hal pelatihan fisik serta olah tubuh ragawinya, asahlah motoriknya dengan mengenalkan anak pada olahraga. Minimal olahraga yang dianjurkan Rosulullah saw. Yaitu berkuda, memanah dan berenang. Inilah yang saya kutip dari situs nuranifkmui.com :

Dengan berkuda, masalah tulang belakang manusia dapat terawat dengan baik. Karena, semasa pergerakan kuda melompat dan berlari menyebabkan tulang belakang manusia bergesek satu sama lain dalam keadaan harmoni sehingga saraf-saraf tulang belakang seolah-olah diurut.

Dengan memanah, kita dapat melatih emosi kita. Memanah sangat menitikberatkan body balancing. Maka jika pemanah emosinya tertekan, maka panahan amat mudah tersasar. Seseorang yang sikapnya tidak sabar, pemarah atau kurang baik mentalnya maka, ia tidak akan menjadi pemanah yang baik. Rasulullah saw. bersabda,” Kamu harus belajar memanah karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (Riwayat Bazzar, dan Thabarani dengan sanad yang baik).

Dengan berenang, akan menambah stamina tubuh kita karena segala otot dan tulang rangka digerakkan untuk membuat satu gerakan yang berkoordinasi antara dua anggota kaki dan dua anggota tangan. Berenang juga memberi peluang manusia untuk menguasai air sehingga manusia menjadi makhluk yang berani.

Rasulullah saw. bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda)” (HR. Muslim). Umar bin Al-Khaththab radiallahu ‘anhu juga berkata: “Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan menunggang kuda.” Dengan berolahraga seperti itu, kita telah mempersiapkan dan melatih jasmani kita agar senantiasa kuat dan sehat dalam menjalankan tugas-tugas yang allah swt. berikan. Sesungguhnya allah swt. sangat menyukai umatnya yang kuat dibandingkan yang lemah.
 
Semoga dengan memenuhi tiga kebutuhan mendasar manusia tersebut, kita dapat menjadi Ibu yang benar-benar bisa melahirkan pemimpin terbaik untuk generasi masa depan. Membentuk sosok-sosok khalifah Allah yang tangguh di kemudian hari. Sehingga saat sepeninggal kita, keimanan yang kokohlah yang terpatri didalam jiwanya, akal pikiran yang sehatlah yang membantunya menjalani kehidupan ini, dan raga yang kuat juga mampu mendukungnya dalam beramal shalih, amar ma'ruf nahi munkar.

Akhir kata, dengan tulisan ini bukan berarti saya sudah menjadi Ibu yang profesional yang mengajarkan bunda-bunda semua, saya pun masih belajar dan sarat akan kekhilafan dan kefakiran ilmu. Mari sama-sama belajar menjadi Ibu yang profesional bagi anak-anak kita, sebagai amanah suci yang Allah titipkan kepada kita. Semoga buah pikiran dari diri pribadi ini bisa menjadi amunisi dan motivasi bagi bunda semua, terlebih saya pribadi secara khusus. Semoga kita bisa mengemban tugas  Al Ummu Madrosatul 'ula dengan sebaik-baiknya. Aamiin Aamiin Allahumma Aamiin.

Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).

Salam,
Ummu Maiza

Kamis, 13 November 2014

-------





Senin, 10 Juni 2013

Jangan Menikah dengan Angan-Angan



Tak terasa sudah kurang lebih 6 bulan status hidupku berubah, dari lajang menjadi menikah, dari single menjadi double :). Alhamdulillah selang hanya 1 bulan perrnikahan, Allah langsung mengamanahkan malaikat kecil yang saat ini tumbuh suci di dalam rahimku. Proses pernikahanku berlangsung secara ta'aruf, kebayang dong godaan-godaan sera bisikan syetan yang kerap terlintas sebelum ijab qabul itu berlangsung. Disinilah justru keberserahan dan kepasrahan kami (aku dan suami) diuji sama Allah. Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana karakter aslinya 'dia', apakah semua yang ditulis di biodata benar dan jujur adanya, atau terkadang terlintas pikiran-pikiran aneh apakah benar ia jodoh yang terbaik untukku, bagaimana nanti kalau ternyata banyak hal yang tidak sesuai harapan? baik dari 'dia' ataupun saya.

Namun, selama proses ta'aruf itu berlangsung, Alhamdulillah Allah masih menjaga hati-hati kami. Kami masih bisa menjaga batasan dalam berinteraksi, sampai khitbah berlangsung, barulah kami tukar menukar nomor handphone dan email. Khitbah kami berlangsung tanggal 14 Oktober 2012, dan pernikahan kami dilangsungkan pada 8 Desember 2012. Selama proses itu, inilah kesempatan kami untuk saling menguatkan di tengah-tengah lintasan-lintasan ataupun prejudice negatif yang akan menghalangi keberlangsungan acara sakral pernikahan kami (namun tetap menjaga koridor syar'i yaa...^^). Abi pun (suamiku) kerap mengirimkan artikel-artikel pernikahan ke inbox ku sebagai wujud penguatan ruhiyah nya kepada diriku. Salah satunya adalah email yang sangat berkesan ini, artikel yang berjudul 'Jangan Menikah Dengan Angan-Angan' dari eramuslim.com. Semoga bisa menjadi manfaat bagi teman-teman semua yang ingin menggenapkan setengah diennya dan mengarungi bahtera rumah tangga... aamiin...

5 November 2012,

Assalamu'alaykum warahmatullaahi wabaraktuh Ukh,
ini ana ada artikel bagus dari eramuslim.com... :)

Siang itu Nadia minta waktu untuk konsultasi kepada guru ngajinya. Kepada Mbak Fida, begitu ia biasa memanggil guru ngajinya, Nadia mulai mengadukan permasalahannya, bahwa sampai saat ini ia belum bisa sepenuhnya ‘cinta’ kepada Ahmad, suami yang baru menikahinya dua bulan lalu.
“Memangnya ada apa dengan Ahmad, Nad?” Hati-hati Mbak Fida bertanya. Maka meluncurlah dari mulut Nadia; “Ya sebenarnya Mas Ahmad itu baik, tapi ada sesuatu yang bagi saya kurang, mbak. Mestinya seorang aktifis pengajian itu hidupnya teratur, tertib, nggak pernah ketinggalan sholat jama’ah di masjid, nggak absen sholat lail, tilawahnya 1 juz setiap hari, selalu bersikap lembut kepada istri, sabar, rapi, bisa jadi teman diskusi dan curhat istri, sempat ngajarin istri, nggak suka nonton tivi, bisa ngambil hati mertua, begitu kan mbak?”
Sambil membenahi buku-bukunya yang berantakan (istrinya sedang keluar rumah dan sepulangnya dari kantor Farhan mendapati rumahnya dalam keadaan ‘porak poranda’), Farhan berkata pada dirinya sendiri, “aku pikir menikahi seorang perempuan berjilbab berarti urusan rumah tangga jadi beres. Mestinya istri itu bisa masak, terampil ngurus rumah, ibadahnya oke, pinter melayani suami, sabar, rajin, lembut, nyambung diajak diskusi, jago ngambil hati mertua…
Nadia dan Farhan boleh jadi mewakili sosok sebagian kita yang memasuki gerbang pernikahan dengan segunung angan-angan tentang sosok pasangan ideal. Tipikal seperti ini biasanya telah memiliki idealisme sendiri tentang pasangan, jauh sebelum hari pernikahan tiba. Idealisme itu begitu menguasai pikiran dan jiwa hingga terus terbawa sampai mereka menikah, dan ketika setelah menikah ternyata pasangannya tidak sebagaimana idealismenya, mereka kecewa dan kemudian cenderung menyalahkan keadaan atau pihak lain.
Memang sah-sah saja kita memiliki idealisme, termasuk idealisme tentang kriteria pasangan. Sayangnya, kebanyakan kita menyangka bahwa sebuah idealisme dapat turun begitu saja dari langit dan menjelma di hadapan kita. Padahal dengan demikian idealisme kita itu akhirnya malah menjadi angan-angan belaka.Idealisme tentang apapun tidak akan terwujud menjadi kenyataan jika tidak diperjuangkan.
Perhatikanlah firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa’ ayat 123: “Pahala dari Allah itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi balasan dengan kejahatan itu dan dia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah.
Kembali kepada Nadia dan Farhan, idealisme mereka tentang kriteria pasangan telah menjadi angan-angan. Mereka mengira dengan menikahi seorang aktifis pengajian atau seorang perempuan berjilbab semua urusan menjadi beres, kehidupan rumah tangga menjadi penuh bunga harum semerbak mewangi, tidak ada kerikil apalagi ombak, pokoknya indah seperti yang dilukiskan dalam buku-buku. Angan-angan itu akan membuat mereka kecewa. Ya, sebabnya adalah seperti kata pepatah, ‘tak ada gading yang tak retak’ atau ‘nobody’s perfect’ (tak ada orang yang sempurna). Tidak ada manusia yang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) kecuali Rasulullah SAW. Semua manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak ada manusia yang pada dirinya hanya terdapat kelebihan saja, sebagaimana juga tidak ada manusia yang di dalam dirinya hanya ada kekurangan. Karena itu membayangkan pasangan kita adalah sesosok manusia tanpa cela hanya karena ia ikhwan atau berjilbab, menurut saya adalah pandangan kurang bijak.
Seorang ikhwan atau perempuan berjilbab adalah manusia biasa. Komitmen dan ketaatan mereka dalam beragama adalah suatu bentuk kesungguhan mereka dalam memproses diri menjadi Hamba Allah yang bertaqwa. Dan merupakan hal yang sangat manusiawi jika dalam menjalani proses tersebut terdapat kekurangan-kekurangan. Karenanya menjadi aktifis pengajian atau perempuan berjilbab itu bukanlah berarti mereka berubah menjadi malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan dan tidak pula berarti mereka menjelma menjadi manusia tanpa cela.
Rumah tangga bahagia yang menjadi syurga bagi penghuninya adalah idaman setiap orang. Tetapi ia akan sekadar menjadi angan-angan bila tidak ada upaya dan perjuangan dari kedua belah pihak -suami-istri- untuk mewujudkannya. Begitu pula halnya dengan keinginan memiliki dan menjadi pasangan ideal yang diidamkan. Ia pun hanya menjadi angan-angan selama kita tidak berusaha memprosesnya menjadi kenyataan. Oleh sebab itulah pernikahan sebenarnya merupakan ladang amal dan jihad bagi orang-orang yang menjalaninya.
Dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan beberapa hal: – Harus disadari bahwa yang bernama idealisme itu tidak begitu saja turun dari langit, tetapi harus diperjuangkan. Dengan begitu ketika kita memiliki idealisme tentang pernikahan dan pasangan ideal misalnya, kita sadar bahwa untuk mewujudkannya menjadi kenyataan adalah dengan memperjuangkannya atau dengan kata lain kita siap menjadikan pernikahan kita nantinya sebagai ladang amal dan jihad kita dalam memproses diri menjadi lebih berkualitas.
– Menyadari bahwa idealisme yang menguasai pikiran dan jiwa dapat berkembang menjadi angan-angan belaka. Menikah dengan membawanya serta hanya akan membuat kita menjadi pelamun, mudah kecewa, cenderung tidak bersyukur terhadap apa yang ada, bahkan menjadi orang yang suka menyalahkan keadaan atau pihak lain.
– Ingatlah selalu bahwa kita menikahi pasangan kita dengan segala apa yang ada pada dirinya berupa kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya untuk disyukuri, kekurangannya menjadi ladang jihad kita untuk memperbaikinya karena Allah. Dengan begitu kita tidak akan mudah kecewa terhadap segala kekurangan yang terdapat pada pasangan kita.

– Terakhir, camkan kata-kata ini … “Jangan menikah dengan angan-angan.”
--
Reza Aldiansyah
                           
 *) dedicated for my husband...always be my inspiration and my strength...don't forget that i always love you because of Allah... :)